SEJARAH SINGKAT
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
A. PENGANTAR
Panggung
pergerakan merupakan medan utama mahasiswa dalam menancapkan api perjuangan di
Nusantara. Sejak dirangkai oleh visi kemerdekaan, dunia pemuda dan mahasiswa
tidak hanya jadi penonton “hitam putihnya Indonesia” yang baru lepas dari
belenggu kolonialisme. Hasrat yang kuat untuk membangun bangsa yang berkeadilan
tanpa diskriminasi dan berperadaban adalah isu utama kebangsaan yang diusung
oleh mahasiswa. Sejarah mencatat, gerakan mahasiswa awal yang dipelopori oleh
sekelompok mahasiswa STOVIA yang mendeklarasikan dirinya sebagai kelompok Budi
Utomo ( 20 Mei 1908 ) mampu memelopori perlawanan terhadap kungkungan
kolonialisme terhadap bangsa. Mahasiswa pada saat itu mampu mengejawantahkan
dirinya sebagai agent of change yang terus bergeliat mencari makna ke arah
perubahan yang lebih baik.
Pada dekade
1920-an, terdapat fenomena gerakan baru yang dilakukan oleh serombongan
mahasiswa Indonesia. Gerakan mahasiswa pada masa ini terkonsentrasi pada
wilayah pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok studi. Format baru
tersebut menjadi orientasi gerakan kala itu, karena banyak pemuda dan mahasiswa
yang kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia.
Melalui kelompok studi, pergaulan di antara para mahasiswa pun tidak dibatasi
oleh sekat-sekat kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan yang mungkin memperlemah
perjuangan mahasiswa. Selanjutnya, sebagai reaksi atas aneka-ragam
kecenderungan permusuhan atau perpecahan yang membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa. Dimana ketika itu, di samping organisasi politik, juga memang
terdapat beberapa wadah perjuangan pemuda yang bersifat keagamaan, kedaerahan,
dan kesukuan yang tumbuh subur, seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong
Celebes, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain. Maka
semangat perjuangan pemuda-pemuda Indonesia tersebut harus tercetuskan dalam
satu tekad tanpa sekat. Akhirnya, pada 27-28 Oktober 1928 diselenggarakan
Kongres Pemuda II, yang menghasilkan rumusan-rumusan baru untuk menyikapi
kondisi bangsa. Sumpah setia hasil Kongres Pemuda II tersebut, dibacakan pada
28 Oktober 1928, yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Dari kebangkitan
kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda inilah, muncul
generasi baru pemuda Indonesia, angkatan 1928.
Sumpah Pemuda
sebagai alat pemersatu semangat kebangsaan mampu mempersatukan tekad para
pemuda untuk bersama dan bersatu dalam semangat persatuan Indonesia. Era
1940-an, para pemuda dan mahasiswa tidak hanya diam terpaku melihat kondisi
realitas bangsa yang carut marut tanpa kepastian. Pada tahun 1945, pemuda dan
mahasiswa mencoba untuk menyatukan persepsi dan segera merumuskan persiapan
kemerdekaan Indonesia. Melalui kalangan tua, Soekarno dan Hatta, yang didesak
beberapa tokoh muda untuk segera merumuskan persiapan kemerdekaan Indonesia,
akhirnya mengabulkan keinginan para pemuda. Dan memproklamasikan negara
Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada momentum inilah,
fungsi gerakan pemuda Indonesia benar-benar menunjukkan partisipasi yang sangat
berarti. Indonesia merdeka yang menjadi impian bangsa Indonesia kini telah
terwujud. Tidak berhenti sampai disini.
Paska kemerdekaan Indonesia, pemuda dan mahasiswa terus bergerak untuk
berbenah, menyikapi kondisi bangsanya melalui sistim kepartaian yang ada.
Seiring dengan suasana Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan hingga
Demokrasi Parlementer, yang lebih diwarnai perjuangan partai-partai politik dan
saling bertarung berebut kekuasaan, maka pada saat yang sama, mahasiswa lebih
melihat diri mereka sebagai The Future Man; artinya, sebagai calon elit yang
akan mengisi pos-pos birokrasi pemerintahan yang akan dibangun. Bersamaan
dengan diberikannya ruang dalam sistem politik bagi para aktivis mahasiswa yang
memiliki hubungan dekat dengan elit politik nasional. Maka pada masa ini banyak
organisasi mahasiswa yang tumbuh berafiliasi dengan partai politik. Hingga
berujung pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), dan keinginan pemerintahan
Soekarno untuk mereduksi partai-partai, maka kebanyakan organisasi mahasiswa
pun membebaskan diri dari afiliasi partai dan tampil sebagai aktor kekuatan
independen, sebagai kekuatan moral maupun politik yang nyata. Dibuktikan dengan
terbentuk dan tergabungnya organisasi mahasiswa (termasuk PMII, GMKI, HMI,
Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal -SOMAL-, Mahasiswa Pancasila
-Mapancas-, dan Ikatan Pers Mahasiswa -IPMI-) dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) untuk melakukan perlawanan terhadap paham komunis, memudahkan
koordinasi dan memiliki kepemimpinan.
B. LATAR
BELAKANG PEMBENTUKAN PMII
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam
menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan
organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini
adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
1. Carut
marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak
menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya NU
dari Masyumi.
4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung
di HMI karena tidak terakomodir dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada
(Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal
tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan
intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai
wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang
berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU
untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Di Jakarta pada
bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang
dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU
(Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun
keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang
oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua
tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya
kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU. Gagasan
pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di
Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena
dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas
pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember
1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il
Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya
selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan
dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa
pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP
IPNU. Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahsiswa NU senantisa
muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di
Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian
muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di
perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang
juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang
terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1. A. Khalid
Mawardi (Jakarta)
2. M. Said
Budairy (Jakarta)
3. M. Sobich
Ubaid (Jakarta)
4. Makmun Syukri
(Bandung)
5. Hilman
(Bandung)
6. Ismail Makki
(Yogyakarta)
7. Munsif
Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril Huda
Suaidi (Surakarta)
9. Laily Mansyur
(Surakarta)
10. Abd. Wahhab
Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh
Huda (Surabaya)
12. M. Kholid
Narbuko (Malang)
13. Ahmad
Hussein (Makassar)
Keputusan
lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun
Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid. Pada tanggal
14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah
Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan
mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya,
dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU.
Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta
mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan
Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi
kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah
perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan
singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai
ketua umum, M.Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai
sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk
menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara
resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17
Syawwal 1379 Hijriyah. Independensi PMII Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya
berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan
partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara
struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim
neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga
penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta
organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan
NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui
Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi
manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973
di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun,
betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal
Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis,
PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang
merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan
organisasi lain. Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih
tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan
moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya tidak bisa di pisahkan.
C. MAKNA
FILOSOPIS PMII
1. Nama PMII
Nama PMII
merupakan usulan dari delegasi Bandung dan Surabaya yang mendapat dukungan dari
utusan Surakarta. Nama PMII juga mempunyai arti tertentu.
Makna
“Pergerakan” adalah dinamika dari hamba yang senantiasa bergerak menuju tujuan
idealnya yaitu memberi penerang bagi alam sekitarnya. Oleh karena itu PMII
harus terus berkiprah menuju arah yang lebih baik sebagai perwujudan
tanggungjawabnya pada lingkungan sekitarnya. Selain itu PMII juga harus terus
membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika
menuju tujuanya selalu berada dalam kualitas kekhalifahanya.
Makna “Mahasiswa” adalah generasi muda yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri
mahasiswa terbangun oleh citra sebagai Insan Religius, Insan Akademis, Insan
Sosial dan Insan Mandiri. Dari identitas tersebut terpantul tanggungjawab
keagamaan, intelektualitas, sosial-kemasyarakatan dan tanggungjawab individu
sebagai hamba Allah maupun sebagai warga Negara.
Makna “Islam” yang dipahami sebagai paradigma
Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam
secara proporsional terhadap Iman, Islam dan Ihsan, yang di dalam pola pikir
dan pola perlakuannya tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif dan
integratif.
Makna “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa
dan Negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa serta UUD
1945. Dan mempunyai komitmen kebangsaan sesuai dengan asas Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Lambang PMII
Lambang PMII
diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti
yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan
dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.
Dari bentuk :
a. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa
Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
b. Bintang
adalah perlambang ketinggian dan
semangat cita- cita yang selalu memancar
c. Lima bintang sebelah atas menggambarkan
Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
d. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat
mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
e. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam
lambing dapat diartikan ganda yakni :
- Rasulullah
dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang
yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat
manusia.
-
Sembilan orang pemuka penyebar agama
Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Dari warna :
a.
Biru,
sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus
dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan
Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan
Nusantara
b.
Biru
muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu
pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
c.
Kuning,
sebagaimana warna dasar perisai- perisai
sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar
pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala dalam membela
kepentingan kaum marginal.
3. KETUA UMUM PB PMII ( 1960-2013)
1. (Alm) Mahbub
Djunaidi (1960-1961)
2. (Alm) Mahbub
Djunaidi (1961-1963)
3. (Alm) Mahbub
Djunaidi (1963-1967)
4. (Alm) M.
Zamroni, BA (1967-1970)
5. (Alm) Drs. M.
Zamroni, (1970-1973)
6. Drs. Abduh
Paddere (1973-1977)
7. Ahmad Bagdja
(1977-1981)
8. Muhyiddin
Arubusman (1981-1985)
9. Iqbal Assegaf
(1985-1989)
10. Ali Masykur
Moesa (1989-1994)
11. Muhaimin
Iskandar (1994-1997)
12. Saiful Bahri
Anshori (1997-2000)
13. Nusron Wahid
(2000-2003)
14. Malik
Haramain (2003-2005)
15. Heri
Haryanto Azumi (2005-2008)
16. M.Rodli
Khaelani (2008-2010)
17. Adien
Zauharudin ( 2011-2013 )
anak PMII juga ea neng? . . .
BalasHapusterimakasih Postingnya, Bermanfaaf bgt bagi kami .
don't forget, join me on http://alvannzz.blogspot.com
Salam pergerakan
BalasHapusSalam pergerakan
BalasHapus