GENDER DAN FILOSOFI PEREMPUAN
A. PENGANTAR
Gender,
mungkin sepenggal kata tersebut sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Dimana
kata tersebut sering kita gunakan untuk melihat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Padahal realitas kehidupan yang menunjukan bahwa ada perbedaan peran
laki-laki dan perempuan yang menunjukan terjadinya bias dalam memahami hakekat
keberbedaan dua jenis kelamin tersebut. Untuk menghindari terjadinya bias
tersebut, maka diperlukan sebuah wacana awal atau pengantar yang memberi sebuah
pemahaman mengenai perbedaaan antara konsep gender dan konsep seks, yang pada
akhirnya nanti mempunyai kaitan yang sangat erat antara perbedaan (Gender
Difference) dan ketidakadilan gender (Gender Inequalities) dengan struktur
ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. Konsep menunjukan penafsiran atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis melekat
pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender merujuk kepada penafsiran
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural. Seperti yang sduah dijelaskan bahwa
konsep gender sendiri sebenarnya tidak mengacu kepada perempuan saja, tetapi
pada perempuan dan laki-laki sejauh merupakan hasil konstruksi masyarakat.
Semisal, perempuan dianggap lemah, lembut, cantik, emosional dan lain-lain.
Sedangkan, laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Konstruksi
masyarakat tersebut melahirkan
steorotype yang memberikan citra dan celah bagi laki-laki untuk melakukan
diskriminasi dengan mengatasnamakan kebodohan dan dan kelemahan perempuan yang
secara substansial merupakan logika penindasan atas perempuan. Perempuan
dipahami hanya sekedar bagian dari laki-laki, tersingkir dari pengambilan
keputusan (subordinasi) dan termarjinalisasi dari proses ekonomi yang
menciptakan suatu ketidakadilan..
Munculnya
gerakan perempuan merupakan suatu perlawanan sosial-budaya sekaligus perlawanan
terhadap struktur sosial masyarakat yang terlanjur mapan dengan menempatkan
perempuan di bawah posisi laki-laki. Gugatan atas perilaku hegemoni kaum
laki-laki tersebut mengarah pada penolakan situasi negatif (diskriminasi
gender) dimana posisi permpuan: 1)
tersingkir dari pengambilan keputusan, 2) terpinggir dari proses ekonomi, 3)
mengalami pelecehan dan tindakan kekerasan, 4) menanggung beban berlebihan, dan
5) mengalami cap-cap sosial yang memungkinkan berlanjutnya situasi
ketidakadilan gender. Namun wacana di atas mengalami benturan dengan adanya
pemahaman yang bias tentang analisis gender. Kesan yang muncul bahwa kesadaran
relasi gender tersebut merupakan suatu gugatan perempuan terhadap laki-laki ke
dalam subordinat permpuan. Kesan keliru tersebut menyebabkan sosialisasi
kesadaran gender dalam wujud kesetaraan, kemitraan, dan perilaku dialogis antar
perempuan dan laki-laki menjadi terhambat. Sehingga diperlukan suatu dobrakan
terhadap sistem sosial yang secara struktur fungsional telah memberikan
ketidakadilan terhadap perempuan.
B. GERAKAN
FEMINISME
Pada dasarnya
feminisme merupakan implementasi dari kesadaran untuk menciptakan keadilan
gender dalam kerangka demokratisasi dan HAM. Gerakan tersebut diperkirakan
muncul seiring dengan ideologi aufklarung (enlightment) yang muncul di Eropa
pada abad 15-18. Gagasan yang dominan pada waktu itu adalah paham rasionalisme
yang ditandai dengan pemujaan akal, pikiran
dan rasio. Ide rasionalis mempengaruhi revolusi Prancis (1789-1793)
dengan menggunakan slogan kebebasan dari penindasan (liberte), pengakuan
terhadap persamaan hak (egalite) dan semangat persudaraan (fraternite) sebagai semboyan
untuk meruntuhkan rezim kerajaan yang otoriter yang digantikan dengan kekuasaan
republik yang menggunakan sistem demokrasi.
Namun perempuan tidak serta merta bisa menikmati hasil dari perjuangan
tersebut. Karena setelah revolusi Prancis, peratura-peraturan yang merugikan
perempuan tetap berlaku dan disahkan kembali. Dari sejarah gerakan perempuan di
Prancis menunjukkan bahwa perempuan tidak bisa serta merta mendapatkan hak yang
sama dengan laki-laki meskipun terlah muncul gagasan, liberte, egalite, dan
fratenite sebagai nilai-nilai universal kemanusiaan. Hegemoni ptriarki dan
kuatnya sistem sosial budaya yang mengakar menghambat geliat perempuan dalam
menuntut keadilan.
1.
Feminis
Liberal
Dasar dari
pemikiran kelompok ini adalah bahwa semua manusia laki-laki dan perempuan
diciptakan seimbang dan serasi dan seharusnya tidak ada penindasan antara satu
dari yang lainnya. Pandangan ini berakar dari prinsip freedom dan egalite yang
berakar dari rasionalitas. Prinsip liberalis adalah adanya kesempatan yang sama dan hak yang sama. Hak
laki-laki secara otonomis menjadi hak perempuan, tetapi bukan berarti terdapat
persamaa secara menyeluruh diantara keduanya. Dalam beberapa hal, terutama
fungsi reproduksi yang menyebabkan perbedaan fungsi dalam masyarakat. Akan
tetapi organ reproduksi bukan penghalang perempuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Oleh karena itu strategi pemberdayaan perempuan adalah cukup dengan
mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan, tanpa harus mengubah
struktur secara menyeluruh. Dan dalam pemberdayaan permpuan, laki-laki bisa
dijadikan sebagai partner.
2.
Feminis
Radikal
Menurut mereka
penindasan kaum perempuan oleh laki-laki berakar dari kondisi biologis yaitu
jenis kelamin laki-laki berserta ideologi patriarkhi, termasuk di dalamnya
penguasaan fissik dan hubungan seksual dan hubungan keluarga, sehingga revolusi
dan perlawanan terhadap penindasan perempuan bisa dalam bentuk yang sangat
personal. Golongan ini mengambil bentuk model perjuangan maskulinitas yaitu
persaingan untuk mengatasi laki-laki untuk memberi ruang politik bagi
perempuan, mereka memiliki semboyan; personal is political. Untuk itu
ketimpangan tersebut hanya bisa dihilangkan dengan penyadaran kaum perempuan.
3.
Feminis Marxis
Penindasan
perempuan merupakan bagian dari penindasa kelas, persoalan perempuan dalam
kerangka kritik terhadap kapitalisme. Munculnya private poperty yang menjadi
dasar perdagangan dan produksi dimana laki-laki yang emmiliki kekuasaan untuk
mengontrol proses tersebut, sehingga mereka mendominasi hubungan sosial,
politik, dan juga permpuan. Pada zaman kapitalisme penindasan perempuan
dilanggengkan karena dianggap menguntungkan. Seperti dengan pelanggengan peran
domestik dengan eksploitasi pulang ke rumah agar buruh laki-laki lebih
produktif dalam bekerja. Atau jika perempuan berperan diluar urusan domestik
menjadi buruh misalna, mereka adalah cadangan buruh yang lebih murah dari
laki-laki yang jumlahnya tidak terbatas. Penindasan perempuan merupakan kelanjutan
dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural. Sehingga mereka menganggap
musuh perempuan sebenarnya bukanlah laki-laki atau budaya patriarkhi melainkan
sistem kapitalis. Penyelesaian harus bersifat struktural dengan melakukan
perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan sistem kapitalisme
internasional yang disebut proses evolusi. Setelah evolusi perempuan masih akan
menghadapi permasalahan peran domestik. Maka sebagai solusi perempuan harus
terlibat dalam proses produksi dan berhenti mengurus rumah tangga .
4.
Feminisme
sosialis
Merupakan
sintesis antara metode historis materialis Marx dan Engel dengan gagasan
personal is political dari feminis radikal. Ketidakadilan bukan akibat dari
perbedaan biologis laki-laki dan perempuan, juga bukan karena produksi dan
reproduksi dalam masyarakat tetapi lebih karena manifestasi ketidakadilan
gender yang merupakan konstruksi sosial terhadap perbedaan itu. Penindasan
perempuan tidak semata-mata karena eksploitasi ekonomi., tapi analisis
patriarkis juga penting untuk digabungkan dengan analisis kelas. Kritik
terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan bersama-sama
dengan kritik keadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi dan
marginalisasi perempuan. Partisipasi perempuan dalam ekonomi tidak selalu akan
menaikkan status perempuan, tapi keterlibatan perempuan biasanya hanya pada
posisi budak (pekerja) dan justru dianggap menjerumuskan perempuan.
Berdasarkan
sebuah pemahaman diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa wacana analisis
gender merupakan sebuah kesadaran perlawanan terhadap sistem sosial budaya dan
struktur sosial masyarakat yang melembaga. Sehingga suatu perlawanan mutlak
diperlukan guna memberi pemaknaan yang tepat tentang relasi gender dari setiap
pemahaman yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar